WARNING::iChal LAGI ISENK.......

New Entri Product By Amazon

Click For the New Taste

Download Novel

New Year

Selasa, 19 Januari 2010

happy-new-year

Selamat Tahun Baru

Semoga Kita Bisa Belajar Dari Yang Sudah Lalu

Untuk Menuju Yang Lebih Baik di Masa Depan

.

.

Muqaddimah

Tidak terasa akhirnya tahun baru lagi. Seperti biasa, bagi saya pribadi tidak ada sesuatu yang layak dikatakan spesial, Tapi tidak seperti tahun baru yang lalu berdarah-darah maka tahun ini akhirnya saya bisa berada di kamar yang tercinta bersama buku-buku Istri-istri yang siap dipelototi lembar demi lembar :mrgreen:

Yah mau gimana lagi, tidak ada banyak hal yang bisa saya lakukan. Mau buat tulisan, lagi males. Mau acara makan-makan semalaman, eh besok udah harus lembur 24 jam penuuuh. Bisa gawat kalau kurang tidur :P . Jadi terpaksa deh. Tapi dan tapi karena Tahun Baru adalah fenomena yang melegenda di kalangan manusia maka saya paksakan untuk membuat wacana yang bernuansa cerita ala basa-basi yang timbul seketika begitu saja.

.

.

Budaya Tahun Baru

Tahun Baru itu apa sih? Kok bisa populer begitu. Ya, tahun baru itu gak ada bedanya dengan hari lain, hanya saja hari ini sudah dipopulerkan dan dibesarkan sebagai hari yang bersejarah bagi dunia. Tahun baru sudah menjadi “Budaya Dunia” yang tidak terikat dengan ras, agama dan semacamnya. Budaya Universal yang menurut saya pribadi, gak jelas asal-muasalnya. Saya sendiri kurang berminat memahami mengapa Tahun baru bisa menjadi Budaya Dunia. Saya cuma sedikit tersentil dengan orang aneh yang mengait-ngaitkan Tahun Baru ini kedalam isu Teologis yang berujung pada Haramisme dan Sesatisme Gak Penting. :twisted:

Sekelompok Orang sepertinya tidak bisa memahami apa itu budaya dan sejenisnya. Pandangan mereka cuma terpaku dengan Bid’ah, Firqatun Najiyah dan Salafus Salih sehingga

  • Setiap apapun itu yang gak ada tuntunan Salafnya
  • Setiap apapun yang dirayakan Orang kafir
  • Setiap apapun yang gak ada maslahatnya tapi dirayakan oleh Nonmuslim

Maka sudah jelas itu adalah Bid’ah yang dhalalah bin dhalalah. Dengan dasar ini maka keluarlah berbagai fatwa haramnya merayakan Tahun Baru bahkan sekedar mengucapkan Selamat.

Pikiran-pikiran seperti ini tidak jauh beda dengan Waham-waham paranoid. Mereka menunjukkan ketakutan terhadap sesuatu dengan alasan yang dibuat-buat sendiri. Secara faktual, Tahun Baru itu cuma budaya yang memang sudah mendunia dan ucapan selamat Natal pun bagi saya tidak lepas dari budaya ini. Lihat saja hari-hari seperti hari kelahiran, hari pernikahan dan hari kematian, bukankah pada hari-hari itu kita terbiasa mengucapkan kata-kata yang membudaya

  • Selamat Atas Lahirnya PutraMu Yang Tercinta
  • Selamat Menempuh Hidup Baru
  • Kami Turut Berduka Cita.

Budaya ini bahkan semakin mengikat sehingga Adanya menjadi biasa dan Tidak adanya justru menjadi aneh. Agak lucu kalau basa basi berbudaya ini dicampur adukkan dengan muatan teologis yang skizofrenik. Membuat dalih sendiri untuk menjelek-jelekkan :mrgreen:

.

.

Alasan Yang Skizofrenik

Merayakan Tahun Baru berarti mengikuti budaya orang kafir dan kita dilarang mengikuti orang kafir. Huh Nyatanya kita banyak mengikuti dan membeo terhadap budaya-budaya yang disebut mereka dengan inisial “kafir” dari cara berbusana, berumah tangga sampai bernegara. Silakan haramkan itu semua dan lihat saja Alangkah menderitanya beragama seperti sampean.

Merayakan Tahun Baru berarti membuka jalan terhadap pengaruh-pengaruh yang merusak akidah secara bertahap tanpa terasa. Aneh sekali, mengapa pemuda-pemuda bau kencur mudah sekali tersihir oleh kata-kata seperti ini. Kenapa sih mereka tidak berpikir sebentar dimana kaitannya antara Ikut Tahun Baru dengan Akidah. Para pemuda kencur ini langsung terbuai dengan nama besar Syaikh-syaikh mereka sehingga pikirannya tidak bisa berjalan dengan baik. Memangnya tahun baruan itu ada sedikitpun mengandung keyakinan macam-macam yang bakal merusak keyakinan agama tertentu?. Ayolah, dipakai sedikit dong logikanya. Beragama tidak cuma sekedar pakai embel-sembel Syaikh itu syaikh ini tetapi juga logika yang benar bukan Fallacy Argumentum Ad Verecundiam. apalagi ini mana ngerti mereka

Dan yang paling berbahaya, Ikut Merayakan Tahun Baru akan menumbuhkan rasa cinta dan ikatan batin terhadap orang kafir yang bisa menghapus keimanan. Paling berbahaya atau justru paling konyol?. Bagaimana bisa muncul cinta-cintaan kalau cuma sekedar ikut acara tahun baru, haiyah sampean gak mengerti cinta tapi bicaranya sok banget. Cinta apa sebenarnya yang dimaksud mereka ini. Dan apanya yang menghapus keimanan?. Kalau cinta yang dimaksud itu kagum, saya rasa banyak sekali orang nonmuslim yang layak untuk dikagumi karena jasa-jasa mereka dan apakah kekaguman itu akan menghapus keimanan. Sekali lagi kita lihat kelompok mereka ini payah sekali dalam berlogika. ;)

.

.

Logika Yang Payah

Sayangnya cara beragama yang payah dan menyedihkan ini ikut-ikutan menyebar ke luar kelompok mereka. Sehingga menimbulkan berbagai sikap atas nama agama yang sebenarnya “biasa-biasa saja”. Ada seseorang yang baik akhlak perilakunya dan alim dalam ilmu agamanya, tiba-tiba dikecam oleh sebagian orang

  • Hanya karena ia menghadiri acara Tahun Baruan yang diadakan oleh teman-temannya
  • Hanya karena ia mengucapkan Selamat Natal kepada tetangganya

Sesuatu yang sebenarnya biasa saja tetapi entah mengapa menjadi tolak ukur baik tidaknya seseorang. Sebagian orang itu mulai menunjukkan sikap Tidak menghormati (kalau tidak bisa dibilang merendahkan) atau sikap mengacuhkan kepada Orang yang padahal dulu selalu dipinta nasehat dan ilmunya. Dan Rasa yang buruk ini muncul hanya karena sesuatu yang biasa saja. Tapi sesuatu yang biasa ini menjadi sangat tidak biasa ketika dicampuradukkan dengan berbagai muatan Teologis yang skizofrenik ala kefaratis.

Mereka seringkali berdalih dengan dalil-dalil dari Syaikh-syaikh mereka yang kalau dianalisis dengan baik, Parah sekali logikanya, gak jelas sebab-akibatnya. Kalau pakai Ayat-ayat gak jelas penunjukkannya, jadi ujung-ujungnya bukan berdalil dengan ayat tetapi berdalil dengan ucapan Syaikhnya yang mencatut ayat-ayat. Yah disaat lain berteriak jangan taklid dan jangan fanatik tapi mereka sendiri tidak jauh berbeda. Sami mawon, kalau memang payah dimanapun adanya tetap saja Payah. Bicara sok ilmiah dengan hadis-hadis yang ujung-ujungnya juga sama yaitu gak nyambung dengan yang dibahas tetapi disambung-sambungkan doang. So, ilmiahnya itu indah dimulut sahaja, bagaimana mungkin ilmiah kalau logika berbahasa saja hancur-hancuran begitu.

Merayakan-menimbulkan-Cinta-menghapus-Keimanan

Dimana Logika sebab akibatnya selain asal masuk seenaknya kata dengan kata. Lucunya pemahaman payah seperti ini terus diwariskan berpuluh-puluh tahun lamanya.

.

.

Budaya Biasa

Bicara soal budaya tidak bisa langsung ditegaskan Benar dan Salah. Karena budaya terkait dengan nilai yang perseptual. Oleh karena itu kata yang pas adalah Baik dan Buruk. Inipun tidak bersifat dikotomis tetapi bersifat spektrum. Suatu budaya bisa dikatakan tidak buruk tetapi tidak bisa juga dikatakan baik, lagi-lagi persepsi sangat berperan disini.

Perayaan Tahun Baru terkadang dinilai buruk karena mengandung muatan Hedonis yaitu berfoya-foya dan mengahambur-hamburkan uang. Yah, bisa saja tapi alangkah lucunya argumen seperti ini

Daripada membuang-buang uang kan lebih baik disedekahkan kepada fakir miskin

Saya katakan salut kepada anda yang memang semua tindak tanduknya atau tingkah lakunya selalu ingin tampak baik dan lebih baik. Mungkin anda adalah orang yang tidak mengenal apa itu artinya “biasa saja”. Karena bagi anda hanya ada dua nilai benar dan salah atau baik dan buruk. Argumen lucu ini sangat mirip sekali dengan kasus Musik yang kontroversial itu

Buat apa dengerin Musik kan lebih baik dengerin Ayat-ayat Al Quran

Saya katakan memang itu sangat jauh lebih baik tetapi bukan berarti setiap apapun yang nilainya lebih rendah dari Ayat Al Quran maka itu berstatus haram. Duduk-duduk menonton TV, membaca komik saya akui jelas sangat tidak berguna jika dibandingkan dengan membaca Al Quran tetapi saya pribadi tidak pernah menganggap itu semua haram. Alangkah naifnya kalau orang berdalil mengharamkan dengan logika payah seperti ini.

Kembali ke Tahun Baru yang hedonis. Istilah foya-foya memang buruk secara teoretis tapi tahukah anda kalau budaya yang merebak di masyarakat sangat mudah dikaitkan dengan foya-foya. Contoh sederhana

  • Acara Makan-makan perayaan Momen tertentu seperti Kelulusan, Pernikahan, Kelahiran dan lain-lain bisa dibilang cukup menghamburkan uang. Apakah dengan begitu maka semua itu menjadi buruk?
  • Acara perayaan Festival-festival tertentu seperti perlombaan apa sajalah dan olahraga-olahraga tertentu bisa dinilai menghamburkan banyak sekali uang. Nah siapa yang mau bilang itu buruk?

Tidak pernahkah berhenti sejenak untuk berpikir, ada kalanya sesuatu yang kita nilai sebagai foya-foya sebenarnya bagi orang yang bersangkutan hanyalah segelintir uang yang jika dibandingkan dengan jumlah uang yang ia salurkan kepada orang-orang miskin sangat jauh lebih kecil. Maka tidak perlu sekaku itu menggunakan Logika menyedihkan “Sedekahkan pada orang yang lebih membutuhkan”. Bisa jadi orang-orang yang merayakan tahun baru ternyata orang-orang yang punya jasa lebih besar kepada fakir miskin dibandingkan Mereka yang berlogika payah ini :mrgreen:

.

.

Kesimpulan

Akhir kata, Perayaan Tahun Baru dan Ucapan Selamat Natal itu fenomena Budaya yang biasa, setidaknya dalam pandangan kami saya. Jelas dibutuhkan alasan yang sangat kuat untuk memasukkannya dalam tatanan teologis. Alasan yang memang disertai logika yang meyakinkan (termasuk dalam berdalil) . Logika yang tidak skizofrenik dan maaf, juga tidak menyedihkan.

.

.

Catatan :

  • Tulisan ini trinspirasi dari hasil diskusi dengan DR :)
  • Akhirnya Jurnal Al Khefarrat Izim itu selesai juga (cuma dalam satu hari lho dan cukup mencengangkan sebagian orang) :mrgreen:
  • Maaf, tulisan ini tidak menghakimi keyakinan siapapun. Silakan kita semua punya kebabasan untuk percaya dan tidak percaya

0 komentar:

Posting Komentar